Penyandang Predikat Istimewa dari Baginda

Oleh : Ulfah

Tahun 2023 Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Putri Pusat menyelenggarakan Haflatul Hidzaq ke-36  yang diikuti oleh 78 khotimat. haflatul hidzaq kali ini merupakan Haflatul Hidzaq dengan jumlah peserta terbanyak.

Untuk bisa menyandang status muhtafilat di PTYQ Putri Pusat harus melalui banyak tahapan. Puncak tahapan yang harus dilalui adalah dengan mengikuti tes semakan 30 juz sebanyak 2 tahap, yaitu tes semakan tahap awal dan tahap akhir.

Tes tahap awal merupakan simulasi dari tes tahap akhir. Prakteknya hampir sama, yakni sama-sama membaca 30 juz secara bil hifdhi. Hanya saja pada tes tahap awal semakan 30 juz dinilai oleh ustadzah badal dan alumni, tidak menggunakan mikrofon, dan durasi waktunya lebih banyak. Sedikit berbeda dengan tes tahap awal, tes tahap akhir dirasa lebih sakral. Disemak 30 juz bil hifdhi yang dinilai langsung oleh masyayikh. Tidak semua peserta yang mengikuti tes bisa diluluskan. Maka dalam menghadapi tes tersebut, selain dengan memaksimalkan nderesnya, para peserta tes mengiringi usahanya dengan ragam tirakat dan do’a.

“Memang tes di YQ penuh misteri. Tidak bisa ditebak. Tapi yang pasti saya lulus bukan sebab saya bisa, ini adalah hasil do’a-do’a dari Ibu saya. Karena memang pada saat saya tes, mulai dari habis subuh sampai saya selesai tes Ibu saya tidak putus membaca sholawat yang dikhususkan untuk saya.” Ujar salah seorang muhtafilat.

Kesuksesan tiap orang ditentukan oleh banyak hal yang mempengaruhinya. Selain faktor internal dari dirinya sendiri, pastinya faktor eksternal yang bersinggungan dengannya juga sangat mempengaruhi.

“Sebagai orang tua, harus dijaga ucapannya kepada anak. Jangan sampai kita menjatuhkan anak-anak kita saat mengalami kegagalan. Anak itu jangan dihardik. Tapi dimotivasi, diberi semangat, kalau perlu diberi reward dalam setiap pencapaiannya. Karena ucapan orang tua, terlebih ucapan seorang ibu pada anaknya itu menjadi doa yang paling mustajab.” Ujar Ibu Nur Maudlu’ah, seorang alumni PTYQ Pusat sekaligus wali santri muhtafilat tahun ini.

“Memang setiap orang tua kalau mendapati anaknya gagal itu rasanya sakit sekali, tapi kita nggak boleh membuat anak kita semakin terpuruk. Bantu anak-anak kita untuk bangkit lagi, untuk semangat lagi. Dengan cara dinasehati, diingatkan dengan tujuan utamanya ngaji, dan jangan lupa untuk selalu didoakan setiap hari. Tidak perlu berdoa pengen punya anak yang hebat yang istimewa, tapi berdoalah untuk diberi anak yang sholeh dan sholehah. Begitu pesen Ummi Ishmah pada saya.” Tambah beliau pada kru redaksi.

Selain peran orang tua, peran guru juga sangat mempengaruhi kesuksesan santri. “Menghadapi anak-anak yang beragam karakternya, sebagai usatadzah kita harus punya banyak jalan pintas untuk membangun semangat mereka. Semua orang itu bisa kalau mau berusaha, sekalipun orang tersebut kadar IQ nya biasa-biasa saja. dan yang paling penting sebagai ustadzah, kita harus sabar dan telaten dalam membersamai anak-anak. Menuntut perfect kualitas ngaji anak itu boleh-boleh saja, tapi juga harus dibarengi dengan pengertian dan mau memahami keadaan mereka. Misal mereka masih glodakan, bisa dengan disuruh mengulang-ngulang diwaktu itu juga dihadapan kita hingga mereka lancar. Kan biasane anak-anak kalau disuruh ngulangi dikamar tanpa kita awasi itu banyak malesnya.” Jelas Sayyidah Fathimah Quraisyin, seorang alumni YQ

Dalam melalui tahapan prosesnya, setiap individu memiliki jalannya masing-masing. Nyaris tidak ada yang sama, baik dari segi cobaan, tingkat kesulitan hingga hasil pencapaian. Ada yang bisa meraihnya dengan mudah, adapula yang harus jatuh bangun untuk bisa sampai pada titik yang sama.

Sebagaimana dhawuh maha guru kita yang begitu fenomenal, cobone wong dewe-dewe. Setiap individu memiliki kadar cobaan masing-masing. Mengeluh atas cobaan itu manusiawi, sebagaimana ketika kita mengalami penurunan performa, misalnya ketika ngaji glodakan, munculnya rasa minder yang berlebihan hingga berujung melemahkan, maka semestinya hal itu tidak perlu kita pelihara. Justru jadikan cobaan yang menimpa sebagai cambuk semangat untuk meraih asa.

“Karena ngaji Al Qur’an itu tidak bisa dipatok dengan rasio. Tidak tentang 1+1 = 2, melainkan ngaji Al Qur’an itu perjalanan yang penuh dengan rahasia dan misteri.” Ujar Siti Shofiyyah Ali salah seorang peserta Haflatul Hidzaq tahun ini.

“Ketika sudah berkomitmen menjadi penghafal Al Qur’an, maka harus bisa memprioritaskan Al Qur’an. Sesibuk apapun harus tetap nderes. Jangan jadikan kesibukan menjadi alasan untuk tidak nderes.” Tambahnya lagi pada kru redaksi.

“Kalau memang sangat sibuk, maka pilih salah satu waktu yang dirasa efisien khusus untuk bersama Al Qur’an. Waktu pakem yang gak boleh ada hal lain yang diprioritaskan selain Al Qur’an.” Ujarnya lagi.

Pada kesempatan Haflatul Hidzaq tahun ini, Gus Baha’ seorang ulama’ ahli tafsir dari Rembang menyitir sejarah Ummuna Sayyidah Khadijah. Ummuna Sayyidah Khadijah Al Kubro merupakan perempuan cerdas yang berwawasan sangat luas, beliau memahami kitab-kitab samawi, sehingga beliau paham betul ciri-ciri Nabi yang akan datang di akhir zaman. Maka ketika suaminya menerima wahyu pertama dengan getar tubuh yang luar biasa, Ummuna Khadijah Al Kubro menenangkan beliau dengan keilmuannya, meyakinkan bahwa tidak akan ada hal bahaya yang menimpanya.

 “Dulu saya pernah diajak Mbah Moen ngaji di Lasem, waktu itu beliau cerita dimasa penjajahan Jepang, saat ulama’ jawa berkumpul, mereka mengatakan bahwa Indonesia akan terlepas dari penjajahan Jepang, mereka mengutip permulaan ayat dalam surat ar-rum. غلبت الروم. Tak berselang lama, Indonesia benar-benar merdeka. Memang dalam ayatnya yang dikatakan akan menang itu Romawi, lalu apa hubungannya dengan negara Indonesia? Jadi Romawi merupakan negaranya orang-orang yang beriman, sedangkan persia negaranya orang-orang yang tidak beriman. Begitu pula Indonesai merupakan negaranya orang-orang yang beriman dan jepang mayoritas penduduknya tidak beriman. Saking ‘alimnya orang-orang dahulu pada ayat-ayat Al Qur’an, hingga mereka bisa menarik kesimpulan dari ayat tersebut bahwa yang percaya pada kekuatan langit pasti akan mengalahkan yang tidak mempercayai kekuatan langit.” Terang Gus Baha’ pada mau’idhohnya.

Dari kedua kisah tersebut menyiratkan motivasi agar kita tidak berhenti mempelajari Al Qur’an. kita perlu mempelajari Al Qur’an dari dimensi lainnya seperti tafsir, fiqih, maupun sains.

Sabda Baginda Nabi, Khoirukum Man Ta’allamal Qur’an wa ‘allamah. Pelajar Al Qur’an sudah diberi predikat istimewa oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, maka semestinya sebagai shohibul qur’an, harus ada kiat untuk menjadi cerdas dan berwawasan luas.

(ulfah.fr, andme/red)

Bagikan artikel ini
Artikel Terkait
Mengenal Mushaf Al-Quddus
Mengenal Mushaf Al-Quddus4 September 2023

Tinggalkan Balasan